Posted by Ricky Posted on Sunday, March 22, 2015 | No comments

Part 6 - Hukum E-Commerce, Keamanan dan Cyber Law

Pembahasan
·        Hukum E-Commerce
·        Cyber Law

1.     Hukum E-Commerce
a)      Hukum E-Commerce di Indonesia
Hukum e-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak mencover aspek transaksi yang dilakukan secara on-line (internet), akan tetapi ada beberapa hukum yang bisa menjadi peganggan untuk melakukan transaksi secara on-line :
i)        Undang-undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (UU Dokumen Perusahaan) telah mulai menjangkau ke arah pembuktian data elektronik.

ii)      Pasal 1233 KUHP Perdata, dengan isinya sebagai berikut:Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”. Berarti dengan pasal ini perjajian dalam bentuk apapun diperbolehkan dalam hukum perdata Indonesia.
iii)  Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak  yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat  perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka

b)      Hukum E-Commerce Internasional
Terdapat beberapa peraturan-peraturan yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan e-commerce, yaitu:
i)        UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce.
Peraturan ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa Bangsa atau United Nation. Peraturan ini dapat digunakan oleh bangsa-bangsa didunia ini baik yang menganut sistem kontinental atau sistem hukum anglo saxon.
ii)      Singapore Electronic Transaction Act (ETA)
(1)   Tidak ada perbedaan antar data elektronik dengan dokumen tertulis.
(2)   Suatu data elektronik dapat menggantikan suatu dokumen tertulis
(3)   Penjual atau Pembeli atau pihak-pihak bisnis dapat melakukan kontrak secara elektronik.
(4)   Suatu data elektronik dapat menjadi alat bukti dipengadilan.
(5)   Jika data elektronik telah diterima oleh para pihak-pihak yang berkesepakatan, maka mereka harus bertindak sebagaimana kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.
iii)    EU Direct on Electronic Commerce
Peraturan ini menjadi Undang-undang pada tanggal 8 Juni 2000, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu:
(1)   Setiap negara-negara anggota akan memastikan bahwa sistem hukum negera yang bersangkutan memperbolehkan kontrak dibuat dengan menggunakan sarana elektronik.
(2)   Para negara anggota dapat pula membuat pengecualian terdapat ketentuan dalam hal :
(a)    Kontrak untuk membuat atau mengalihkan hak atas real-estate.
(b)   Kontrak yang diatur didalam hukum keluarga.
(c)    Kontrak penjaminan.
(d)   Kontrak yang melibatkan kewenangan pengadilan.

2.     Cyber Law
Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya.
a)      Jenis Kejahatan Cyber
i)        Joy Computing
adalah pemakaian komputer orang lain tanpa izin . Hal ini termasuk  pencurian waktu operasi kmputer .
ii)      Hacking
adalah mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
iii)    The Trojan Horse
manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atu instruksi pada sebuah program , menghapus, menambah,  menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
iv)    Data Leakage
adalah menyangkut bocornya data keluar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan.
v)      Data Diddling
yaitu suatu perbuatan mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah mengubah input atau output data.
vi)    To Frustate Data Communication ata Diddling
yaitu penyia-nyiaan  data komputer
vii)  Software Privacy
yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungin HAKI.
b)      Aspek Hukum terhadap Kejahatan Cyber
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
i)        Azas Subjective Territoriality
Azas yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan dinegara lain.
ii)      Azas Objective Territoriality
Azas yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
iii)    Azas Nasionality
Azas yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
iv)    Azas Protective Principle
Azas yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
v)      Azas Universality
Azas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan.
vi)    Azas Protective Principle

Azas yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas  keinginan negara untuk melindungin kepentingan negara dari kejahatan  yang dilakukan diluar wilayahnya yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.

Tambahan, BACA JUGA Mobile Commerce (M-Commerce)
Categories: ,

0 komentar:

Post a Comment